TIMES NUNUKAN, JAKARTA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengidentifikasi dua spesies anggrek baru yang berasal dari Pulau Batanta, Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. Penemuan tersebut merupakan hasil kegiatan inventarisasi tumbuhan yang dilakukan pada 2022 bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat.
Kedua spesies tersebut diberi nama Dendrobium siculiforme Saputra, Schuit., & Metusala serta Bulbophyllum ewamiyiuu Saputra, Schuit., & Metusala. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional Telopea edisi Agustus 2025.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Destario Metusala, menjelaskan bahwa keduanya merupakan jenis anggrek epifit, tumbuh menempel secara alami pada batang pepohonan di habitat aslinya.
“Dendrobium siculiforme memiliki batang tegak setinggi 15 hingga 50 sentimeter dengan daun tersusun berseling. Bunganya berjumlah sekitar enam kuntum, berdiameter hingga 7 sentimeter saat mekar sempurna, berwarna krem kekuningan dengan guratan cokelat keunguan,” jelas Destario di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Nama “siculiforme” diambil dari bahasa Latin yang berarti “berbentuk seperti belati”, mengacu pada bentuk bibir tengah bunga yang menyerupai senjata tersebut. Spesies ini mirip dengan Dendrobium magistratus, namun memiliki perbedaan pada karakter bunga dan bentuk sepalnya.
Sementara itu, Bulbophyllum ewamiyiuu berukuran lebih kecil, dengan tinggi hanya sekitar 8–12 sentimeter dan memiliki satu daun di setiap pseudobulb. Nama “ewamiyiuu” berasal dari bahasa Batta yang digunakan masyarakat Suku Batanta, bermakna “bergaris”, mengacu pada pola garis kecokelatan di bagian pseudobulb bunga tersebut.
“Spesies ini menyerupai Bulbophyllum graciliscapum, tetapi berbeda pada bentuk pseudobulb, sepal, dan bibir bunganya,” tambah Destario.
Hasil observasi menunjukkan bahwa kedua spesies tersebut kemungkinan merupakan spesies endemik Kepulauan Raja Ampat dengan sebaran alami yang sangat terbatas. Berdasarkan kriteria IUCN Red List, tim peneliti mengusulkan Dendrobium siculiforme berstatus Critically Endangered (Kritis), sedangkan Bulbophyllum ewamiyiuu termasuk kategori Data Deficient (Kekurangan Data).
Destario menegaskan bahwa temuan ini kembali menyoroti pentingnya hutan-hutan di Papua sebagai pusat keanekaragaman hayati dan sumber daya genetik yang masih menyimpan banyak misteri.
“Potensi penemuan spesies baru di Papua masih sangat besar, tidak hanya dari kelompok anggrek, tetapi juga jenis tumbuhan lain,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa penemuan spesies baru kerap menimbulkan euforia di kalangan kolektor tanaman, sehingga berpotensi memicu pengambilan liar di alam.
“Bahkan, Bulbophyllum ewamiyiuu sudah mulai diperdagangkan hingga ke Pulau Jawa. Karena itu, perlindungan habitat aslinya menjadi hal yang sangat mendesak,” tutur Destario. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: BRIN Temukan Dua Spesies Anggrek Baru Asal Raja Ampat
Pewarta | : Antara |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |